Ngaji Jomblo (03) : Nikah 101 (Ust. Felix Siauw)
- Astri Irma Yunita
- Jan 10, 2021
- 4 min read
“Azwaajan” dalam QS:Ar Rum:21 bisa diartikan sebagai pasangan, pelengkap, istri, atau segala sesuatu yang lain yang bisa melengkapi. Di antara tanda-tanda keberadaan Allah yang bisa dirasakan oleh manusia adalah ketika manusia diberikan sebuah pelengkap atas kehidupan mereka. Satu-satunya fungsi dari pasangan bagi manusia adalah untuk menjadikan dia sakinah.
Allah sampaikan dalam firmanNya, bahwa segala sesuatu yang Dia (Allah) ciptakan memiliki pasangan, sedangkan satu-satunya yang tidak memiliki pasangan adalah Allah (QS. Al Ikhlas:4). Maka, ketika Allah itu bersifat ‘Ahad’, maka tidak ada yang sekufu denganNya. Maka, Dia (Allah) tidak perlu pasangan, tidak perlu pelengkap, sesuatu yang membuat Dia (Allah) menjadi utuh. Ketika Allah berfirman bahwa, “Min anfusikum azwaajan (Allah menciptakan pasanganmu dari jenismu sendiri)”, berarti itu artinya semua manusia itu pada dasarnya tidak utuh sebelum adanya pasangan (pelengkap). Arti ‘melengkapi’ itu adalah yang lain memiliki sesuatu yang tidak dia miliki. Itulah yang menjadi suatu penyebab mengapa kalau kita menikah itu tidak harus dengan orang yang ‘sama’ dengan kita. Kenapa?. Karena, kalau sesuatu disetarakan dengan yang sifatnya sama, di mana fungsi melengkapi.
Kasusnya seperti ini, saya sangat mengetahui kekurangan saya, dan apa-apa yang tidak saya miliki. Saya tahu saya terburu-buru dalam melakukan sesuatu, saya seringkali tidak sabar dalam sesuatu, maka saya cari mencari pasangan yang sabar dan penuh perhitungan, yang kadang-kadang bagi kita adalah sebuah masalah, tapi sebenarnya bukan sebuah masalah. Ini adalah sebuah sebab kenapa kita menikah tidak harus dalam tanda kutip sama. Sekufu itu penting, tapi kesamaan itu tidak penting. Kenapa?. Karena, “azwaajan” adalah konsep pelengkap atas sesuatu yang tidak ada pada diri kita.
Menikah itu merupakan melengkapi sebagian daripada agama. Jadi, ketika ada orang yang faqih dan faham dalam agamanya, maka dia belumlah utuh dan sempurna, sebelum dia menyempurnakan pernikahannya. Maka, pernikahan ini adalah sesuatu ibadah yang menyempurnakan manusia, di mana menjadikan manusia itu utuh dalam penyembahannya kepada Allah.
Allah menaruh sebagian daripada rahmahNya kepada manusia sehingga manusia itu punya rasa kasih sayang. Allah sampaikan di dalam Al Quran bahwa salah satu fitrah manusia adalah rasa kasih sayang, yang harus dia berikan kepada orang lain. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah berikan dia ruh, Allah sampaikan padanya keseimbangan dalam dirinya, Allah berikan sifat-sifat ilahiyah, Allah berikan padanya rasa cinta. Allah yang maha pengasih, Allah yang maha penyayang, termasuk pada bagian sifat itu Allah menghiaskan pada kepribadian manusia yakni hubbusyahwat yaitu rasa cinta, rasa senang, rasa kasih sayang pada Nisa, anak-anak, dan juga orang tua. Jadi, bisa disimpulkan bahwa ikatan pernikahan itu adalah salah satu bentuk keadilan Allah terhadap fitrah manusia.
Sakinah, telah disebutkan beberapa kali di dalam Al Quran, sebagai ‘state of mind’, ‘state of soul’ dan ‘state of heart’ yang memiliki arti sebuah keadaan perasaan atau sebuah keadaan jiwa yang mewakili sebuah pemikiran untuk mendapatkan sebuah ketenangan. Sakinah memiliki keterkaitan yang erat dengan pasangan (pelengkap), “Us kun anta wa zuk al jannah”, tinggalilah olehmu Adam dan pasanganmu untuk sakinah di Surga. Sakinah merupakan lawan kata dari bergejolak, grasa-grusu, kemrungsung, dan terburu-buru nafsu. Itulah, alasan mengapa Allah memasangkan manusia yang satu dengan yang lain, agar anda menemukan ketenangan dalam hidup antum dalam bentuk senang, tenang, dan damai.
Pasangan (pelengkap) itu artinya sesuatu yang mampu menentramkan hati antum, menentramkan pikiran antum, dan menentramkan jiwa antum. Sebagaimana Rasulullah dengan Khadijah, pada saat Rasul menerima wahyu, maka beliau berkeringat, beliau bergetar badannya, dan beliau merasa khawatir. Ketika pulang ke rumahnya, beliau melihat wajah Khadijah, setengah kekhawatirannya merasa hilang. Kenapa?. “Litaskunuu ilaihaa”, melihat dia itu happy, melihat dia itu menenangkan, melihat dia itu damai, melihat dia itu serasa ‘ i’m home ‘ . Jadi, rumah itu merupakan ‘state of mind’ yang berasal dari perasaan bukan dalam bentuk fisik. Karena, bentuk fisik tidak menjamin akan ada sakinah. Berapa banyak yang antum temui fenomena orang-orang yang ketika masuk rumah malah ‘stress’ , tidak nyaman, dan tidak aman?. Karena, keadaan di rumah itu selalu membuat dia merasa deg-degan dan tidak memberikan kedamaian buat dia. Saya seringkali menemui fenomena para suami yang sering memasang foto istrinya di wallpaper hp-nya.
“Mas, itu istrimu ya?”
“Iya, alhamdulillah”
“Kok dipajang di wallpaper?. Kenapa mas supaya dilihat terus?. ”
“Iya, saya tuh kalau ada beban-beban dalam kehidupan saya, terutama beban pekerjaan. Kemudian, saya melihat wajah dia, mendadak seluruh beban saya hilang.”
“Wah, luar biasa, berarti istri ini keren ya”
“Bukan, karena ketika saya melihat dia, inilah beban terberat dalam hidup saya T.T "
Bagaimana mungkin dia merasa nyaman di rumah apabila dia menemukan cewek-cewek yang lain di luar lebih bagus daripada istrinya di rumah?. Kadang-kadang yang kita lihat bahwa cewek-cewek ini seringkali tidak bisa bersikap adil, kenapa ?. Karena, cewek-cewek itu seringkali dia pergi ke luar memakai pakaian yang terbaik, dia beli baju yang paling bagus untuk dipakai saat pergi ke luar rumah, sedangkan saat berada di rumah dia mengenakan daster terus dari zaman kuliah. Serasa, pemandangan di luar rumah lebih bagus dibandingkan pemandangan di dalam rumah. Padahal, keberadaan istri seperti feel like home. Kemarin ketika saya berdiskusi dengan Ustadz Isrofiel tentang QS. Al Quraisy, di situ dikatakan bahwa “Allah meminta orang-orang Quraisy untuk menyembah kepadaNya, karena Allah telah memberikan mereka makan dan ketenangan. Lalu, apa kaitannya antara makan dengan ketenangan ?. Karena, orang bisa tenang tanpa ada makanan, tapi orang tidak bisa makan tanpa ada ketenangan. Orang memerlukan ketenangan untuk segala sesuatu. Dia memerlukan ketenangan untuk sholat dan ibadah yang lain, untuk bisa fokus dengan kegiatan belajarnya, dan bahkan untuk berpikir. Sehingga, istri sebagai rent of quality, di mana istri adalah sumber dari sakinah (ketenangan).
Dan, secara alamiah, perempuan memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Kekerasan laki-laki dilengkapi dengan kelembutan perempuan, kekasaran laki-laki dilengkapi dengan kasih sayang perempuan, laki-laki itu biasanya membangun, dan perempuan yang bertugas untuk menjaga, dan mereka akan saling melengkapi.
Berikutnya, ketika ada orang yang bilang, “Saya ingin pasangan yang mapan”. Jawabannya, engga ada jomblo yang mapan. Mapan itu akan lahir bersama dengan dimulainya kehidupan pernikahan. Analoginya seperti ini meja itu tidak akan bisa berdiri dengan tegak tanpa ada kaki-kaki yang menyangga, meja tersebut tidak akan mapan. Kalau kakinya hanya ada satu, maka meja tersebut tidak akan mapan. Sehingga, diperlukan ketiga kaki yang lain agar meja tersebut dapat berdiri secara mapan.

Comments